Halaman

Minggu, 19 Juni 2011

Hidup dan Mati

HIDUP DAN MATI
Bagi sebagian besar manusia (mungkin Anda juga), hidup adalah anugrah dari Tuhan. Hidup merupakan kenikmatan, sehingga mati dianggap sebagai mesibah atau bencana. Demikian pandangan yang dialami sebagian besar manusia. Tapi kehendak Tuhan berbeda, karena memang Dia jugalah yang mengaturnya.
Anda pasti sedih jika salah satu kerabat, teman, keluarga Anda pergi untuk selamanya, atau mungkin orang yang tak Anda kenali sekali pun, mati. Orang-orang pun jadi enggan untuk membicarakan soal kematian. Mati dianggap sesuatu yang menakutkan.
Mengapa mereka takut menghadapi kematian?
Sebab mereka tak tahu apa yang terjadi setelah mati. Karena mereka belum mati, dan taka ada yang kembali dari matinya untuk mengatakan yang sesungguhnya. Kalaupun mereka tahu, informasi yang mereka dapatkan adalah tentang siksa kubur dan kengerian-kengerian lain yang akan dialami kelak. Hampir tak ada gambaran yang menyenangkan. Karena itu, wajar jika kebanyakan manusia (kita juga) takut mati. Selain itu, mereka juga memiliki keterikatan besar pada dunia, hingga tak mau berpisah.
Pandangan seperti diatas mewakili perasaan yang dialami setiap manusia didunia. Bahkan, kengerian-kengerian itu dianjurkan untuk disampaikan agar manusia takut pada dosa, mau menjalankan perintah agama dengan benar, dan tak tergila-gila pada dunia.
Melalui cerita-cerita mengerikan dialam kubur, manusia (kita) didorong untuk menimbun pahala sebanya-banyaknya semasa hidup, selalu mengingat akhirat, dan hanya berorientasi pada kenikmatan surga. Dengan demikian, hal-hal tersebut akan membuat kita tak takut akan kematian lagi. Bahkan, kita akan minta disegerakan untuk diadili, mengingat hadiah kenikmatan surga yang terngiang selalu.
Saya setuju dengan paham dan ajaran seperti diatas. Lumrah dan masuk akal. Namun, hal ini bisa disalahpahami dan menjadikan sekelompok orang bertindak radikal, berbuat tanpa memandang aspek lainnya. Contoh lainnya adalah sekelompok orang yang mengatas-namakan umat Islam yang melakukan ‘jihad’. Dengan membunuh (mengebom) orang-orang kafir. Dan bom bunuh diri menjadi alternative tercepat untuk mendapatkan surga.
Sulit memang menjadi orang dikelompok tengah, diantara dua sikap yang kurang tepat. Pertama, sikap takut mati kerena terlalu cinta pada dunia. Kedua, kelompok agamawan radikal yang memudahkan urusan mati demi janji surge yang diyakininya.
Kedua kelompok itu sangat berbahaya. Kelompok pertama adalah para pecinta dunia. Namun, agama bagi mereka lebih banyak dipakai sebagai sarana untuk mencari dunia.
Kelompok pertama ini adalah para pejuang kesejahteraan dunia. Bagus memang! Bahkan ini juga merupakan ajaran dari Tuhan. Namun hal ini malah menjadikan mereka tersesat manakala tidak dibarengi dengan permahaman dan keyakinan tentang kesejatian. Jika tidak, jadilah mereka terkungkung dalam ‘ketersembunyian’ yang tiada mereka sadari.
Sementara kelompok kedua ini adalah terlalu mengagungkan surga, hingga tujuan utama malah terabaikan. Tujuan utama adalah berjumpa dengan Allah dan memandang Wajah-Nya. Mereka juga terselubungi ‘ketersembunyian’.
Namun, apa mereka peduli? Saya pikir tidak. Kenikmatan sesaat itu secara tidak langsung menutupi pandangan orang tentang masa yang akan datang. Wajar saja jika mereka mengacuhkannya. Manusia memang begitu, tak bisa menilai lebih lanjut tentang apa yang sebenarnya yang mereka lakukan.
Maksud saya, paradigma manusia memang sulit. Tak bisa melihat kalau itu salah, sehingga seenaknya sendiri mengambil keputusan.
“Hidupku adalah kematian. Aku ini sesungguhnya mati. Siang, malam berpikir dalam alam kematian, mengharap-harap permulaan hidup. Berapa lamakah lagi sesungguhnya ku mati didunia ini? Masih lamakah lagi kehidupan itu, kehidupan yang akan menghidupkanku nanti? Aku tentu akan kembali hidup. Mati kaya akan dosa dan siksa neraka banyak ku alami didunia ini. Ku ingin hidup nanti, tiada terhitung kebahagiaan yang ingin ku rasakan. Hidup tanpa mempan kematian, abadi untuk selama-lamanya. Terlepas dari belenggu badan yang menjadi dinding tebal untuk melihat Tuhan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar