Halaman

Senin, 20 Juni 2011

Peradaban

PERADABAN

Peradaban Kita
K
ita hidup dalam dunia yang selalu berubah, namun sangat sedikit sekali orang yang menyadari kenyataan ini. Seseorang tidak seharusnya melekat pada tradisi, adat istiadat, cara kebiasaan dan kepercayaan-kepercayaan tahayul yang diperkenalkan oleh orang purbakala dan nenek moyangnya. Janganlah berpikir bahwa Anda harus senantiasa mengikuti semua tradisi untuk selama-lamanya. Jika hal tersebut Anda lakukan, maka Anda akan menjadi katak di dalam tempurung, dan tidak akan ada kemajuan dalam masyarakat kita ini. Mungkin di antaranya ada beberapa adat istiadat baik yang telah dirintis oleh nenek moyang; tetapi orang harus mempertimbangkan apakah adat istiadat ini bermanfaat dan dapat diterapkan di dalam masyarakat modern atau tidak.
Di lain pihak, orang-orang tua dan orang-orang yang lebih tua berselisih dengan generasi muda. Mereka lebih suka melihat anak-anak mereka mengikuti adat istiadat lama dan tradisi-tradisi yang serupa. Misalnya dengan dalih melestarikan kebudayaan, para orang tua membuat anak-anaknya merasa bersalah dengan alasan; “kalau bukan kamu yang melestarikan kebudayaan ini, mau jadi apa nanti”. Kemudian dengan dalih itu, para orang tua memaksa anak-anaknya untuk mengikuti kemauan mereka, dan artinya itu melarang mereka untuk berkembang.
Ketahuilah, tatkala Anda memberi larangan, itu berarti Anda melarang mereka untuk melakukan sesuatu yang diinginkannya. Dan bila mereka Anda larang, mereka akan kehilalangan moment yang begitu mereka inginkan.
Padahal tak semua kebudayaan kita ini baik, banyak juga yang syirik. Banyak kita temui kebudayaan kita ini melegalkan peribadatan kepada benda-benda keramat dan makhluk tak jelas untuk dikemas dalam sebuah tontonan untuk para wisatawan. Terutama wisatawan luar negeri yang mengabadikannya dengan kamera. Kemudian menjadi oleh-oleh berharga. Padahal siapa yang tahu jika para wisatawan berpendidikan ini sebenarnya ketika menyaksikan tayangannya justru tertawa dan berkata dalam hati (mbatin), “Inilah peradaban orang-orang primitive. Orang-orang yang di jaman computer ini masih bodoh.”
Bukankah seharusnya kebudayaan itu pun harus membawa kita pada kedekatan Yang Maha Esa? Bukan malah menyesatkan. Tetapi bagaimana pun logika berpikir modern sebenarnya sudah mengerus keyakinan yang ada di dalam semua tradisi.
Sesungguhnya kekolotan seperti itu bukanlah sikap yang baik untuk turuti, sebaliknya izinkanlah anak-anak untuk berubah sesuai dengan zaman bila ternyata memang bermanfaat. Orang tua hanya mengingatkan bagaimana orang tuanya telah menolak cara-cara penghidupan modern tertentu ketika mereka muda. Bagaimanapun perselisihan antara orang tua dan generasi muda bukanlah sikap sehat menuju kemajuan masyarakat. Tentu saja jika anak-anak tersesat, orang tua wajib menasehati dan menuntun mereka agar tidak mengikuti jalan yang dapat menjerumuskan masa depannya.

Kita harus belajar bertoleransi terhadap pandangan anak-anak kita dan kebudayaan orang lain meskipun kita tidak menyukainya. Jika sekarang adalah jaman computer, biarkanlah anak-anak kita belajar kompurter. Jika sekarang adalah jaman politik, buiarkanlah mereka belajar poilitik. Bersikaplah toleransi. Namun di sini, toleransi bukan berarti bahwa Anda harus mengikuti pendapat dan pandangan hidupnya.
Setiap orang merupakan bagian dari kehidupan dunia, dan bertanggung jawab atas segala kejadian yang berlangsung di dalamnya. Ia harus turut memperhatikan masyarakat, walau masyarakat tersebut menjadi lebih berbudaya ataupun tidak. Ia harus bertanya apakah ia sendiri telah berbuat sesuatu yang membawa kemajuan, jangan cuma bermimpi. Ini merupakan pandangan etis di mana kehidupan merupakan aspek penting yang memberikan dorongan. Suatu kehidupan yang benar-benar berbahagia. Kemudian kita menjadi orang yang patut dipuji, merasa tidak puas dengan keadaan yang ada, dan mengerjakan segala sesuatu yang bermanfaat dengan perasaan bahagia.
Jangan takut untuk bermimpi tentang sesuatu yang berbeda. Ketahuilah, bahwa sungguhnya kehidupan yang serba otomatis, dulunya hanyalah sebuah impian. Justru akan jadi aneh jika hidup tak ada impian yang ingin digapai. Hidup ini hanya akan stagnan saja. Tak akan maju dan hanya ada keberhasilan seadanya. Impian lah yang membuat kita melaju dan menggerakkan seluruh potensi yang ada.
Tapi jangan hanya bermimpi, karena dalam hidup kita harus berani mengambil langkah yang berbeda. Bertindaklah dengan berbagai cara untuk dapat menjalankan aksi kita, agar kita semakin dekat dengan impian yang ingin kita raih. Jangan hiraukan orang tua kita yang kolot jika apa yang kita lakukan ini adalah benar, benar menurut agama, benar menurut Allah dan masyarakat modern.
Namun lakukanlah dengan cara yang benar lagi lemah lembutlah kepada orang tua. Jangan dengan alasan apa yang kita lakukan ini adalah benar, lantas salah dalam penyampaiaanya. Bukankah Rasulullah dulu penuh kelembutan dan kebijaksanaan? Bukankah seharusnya kita mempermudah mereka mengenal pemikiran apa yang kita pikirkan? Jangan malah mempersulitnya. Begeraklah dalam menuntasakan perubahan yang berarti. Dan berarti di mata Allah sekaligus di mata manusia.

Peradaban Sekarang
Apa yang saya bahas di sini bukanlah dalam hal pergaulan. Jika yang dinilainya itu adalah hal positif, lalau ia mengambil dan memilahnya dari yang negative itu wajar. Akan tetapi yang saya bahas ini adalah dalam kedisplinan dan kebersihannya, semangat bekerja dan berprestasi, profesionalisme dalam pelayanan, teknologi dan lain-lainnya. Karena telah terbukti pergaulan orang-orang timur lebih beradab dari barat.
Jika setelah mengetahui budayanya sendiri (dalam pergaulan) lebih beradab dari barat, tapi ia tetap mengambilnya, merasa sudah keren dan trendy jika sudah mengikuti mode berpakaian, gaya bicara, potong rambut dan seterusnya, sementara itu faktor-faktor yang menyebebkan kemajuan teknologi tak diambilnya, ini jelas kebodohan cara berpikir.
Yang sedikit agak logis, tapi sesungguhnya yang tak kalah ngawurnya adalah kaum intelektual. Mereka melihat kemajuan barat lalu mereke mengabdosi beberepa metode kajian mereka untuk

diterapkan dalam kajian keislaman. Kalau dalam menafsirkan al-Qur’an para ‘ulama’ telah membakkan tafsirnya. Mereka ambil tradisi barat yang disebut dengan hermeneutic untuk menggantika prosedur tafsir al-Qur’an. Harapan mereka baik, yaitu untuk menciptakan masyarakat maju dengan pemahaman al-Qur’an demikian. Tetapi justru yang terjadi adalah bukan kemajuan di bidang meteri tapi kemerosotan mental dan spiritual umat islam.
Sekarang yang terjadi adalah sebailknya dari yang disebutkan dalam al-Qur’an. Jangankan berani mengajak umat-umat islam yang ada di dunia ini ke jalan islam, menyatakan diri sebagai umat islam saja sekarang ini menjadi sangat berat. Dan andaikata seseorang mengaku sebagai umat islam, pastilah disana ada catatan, islam moderat, islam toleran, islam damai, dan berbagai sifat yang tampak manis.
Konsekuensi dari pengakuan tersebut, akhirnya umat islam larut dalam cara pandang dunia yang tak seperti yang diajarkan oleh islam sendiri. Banyak umat islam telah terjebak dalam wordview Barat. Dan bahkan telah berperilaku sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang barat.
Kita saksikan saat ini perilaku kaum muda islam, mereka suka hidup enak dan suka bergaul sebagaimana gaya kaum kafirin. Orang kafir pacaran, mereka ikut-ikutan. Orang kafir membuka aurat, mereka meniru-niru membuka aurat. Orang kafir merayakan tahun baru mereka, kaum muslimin tak mau ketinggalan. Orang kafir membuat trend berpakaian dan menata rambut, keum muslimin pun mengikutinya. Semua perilaku orang kafir, kini laku keras di tengah kaum muslimin. Dan mereka merasa puas bila bisa menirunya dan bahkan lebih heboh dari kaum kafir yang manggagasnya.
Tak cukup dalam perilaku saja, demikian dalam konsep hidup kaum muslimin. Orang kafir meneriakkan HAM lalu kaum muslimin pun mengamininya. Orang kafir mengajarkan kesetaraan gender, kaum muslimin pun menuntut hal yang sama. Orang kafir mencontohkan kebebasan seksual, di dalam masyarakat muslim pun muncul komuniotas yang serupa. Timbullah wabah pembancian dan dekadensi moral yang tertanam kuat di masyarakat.
Sungguh sangat kita sayangkan siswa-siswa usia sekolah pun sekarang sudah salah tafsir tentang kebebasan ini. Akibatnya mereka terjerumus kedalam pergaulan bebas.
Materi pelajaran seks yang mereka terima dari kurikulum pendidikan adalah penyebab utama angka kebobrokan dan penyimpangan seksual di sekolah-sekolah (menengah dan atau perguruan tinggi). Program yang mereka terima mentah-mentah tersebut pengakibat angka dekadensi moral melonjak karena keinginan untuk lebih mendalami dan menerapkan perilaku hubungan suami istri. Mereka masih anak muda yang masih mencari jati diri, jika ini terus berlanjut, mereka akan memperoleh kebebasan melakukan aktivitas seksualnya (sehingga akan sulit kita temukan seorang gadis yang memahami hakikat hubungan seksual pranikah). Dan lagi yang lebih mengkhawatirkan adalah jika mereka sampai menganggap aborsi adalah hal wajar.
Anak-anak muda juga disibukkan oleh grup-grup hiburan, sepert band; penyanyi; kelompok tari; baik tingkat lokal maupun internasional. Hiburan seperti itu merusak ideology mereka; mereka akhirnya melalaikan aktivitas politis, ekonomis, dan social; dan menanggalkan hakikat kemanusiaannya.
Tak ketinggalan pun kaum hawa yang dilemahkan oleh dominasi sumber kemewahan dan hidup

glamor, yang akhirnya mengeruk kekayaan mereka. Dimana mereka jadi sering ke butik-butik pakaian, lagi menyedot kekayaan mereka dan dan kesibukan mereka.
Sang ayah asyik mengikuti acara televise; anak-anak bergerombol membentuk gang tertentu dan sang ibu sibuk dengan pertemuan-pertemuan; sang ayah yang menjagoi bintang lapangan dan sang ibu terkagum-kagum pada bintang film. Padahal orang-orang Yahudi di sana hanya mendambakan dunia utopisnya, dengan pemerintahan satu dunianya.
Kita lihat mereka terlalu disibukkan dengan berbagai jenis hiburan dan perjudian di berbagai tempat hiburan, kompleks-kompleks pelacuran .... Melalui media-media informasi, kita juga melihat mereka hanya berperan aktif dalam aktivitas seni dan olah raga, tapi lupa dalam aktivitas dalam politik dan ekonomi. Dan mereka pun lupa tentang konflik yang terjadi antara mereka dengan musuhnya, yaitu hawa nafsu setan (dan manusia).
Harusnya kebudayaan yang kita ambil tak seperti ini. Mengapa malah aneh-aneh seperti ini, sementara yang tidak aneh justru dianggap aneh. Hal ini bukanlah moral, namun perbudakan manusia atas nafsunya, yang diajarkan dari barat.

Mengapa ini yang terjadi?
Umat Islam sekarang ini mudah ikut-ikutan kepada kaum lain karena ia merasa rendah diri. Umat Islam tak PD ketika melihat umat lain lebih maju dalam aspek duniawi dan ilmu pengetahuan. Tapi menurut saya ini juga belum merupakan sebab utama, menurut saya karena umat Islam sendiri yang lemah imannya. Kelemahan inilah yang menyebabkan mereka hanya menerima sebagian tuntunan Islam, dan sebagian lain dilepaskan dan digantikan dengan pandangan yang dianggap maju.
“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari padamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (Al Baqarah: 85)
Keimanan yang sebagian-sebagian ini, sebagaimana yang disebutkan dalam terjemahan ayat diatas, menyebabkan turunnya kehinaan dalam kehidupan di dunia. Wujud nyatanya, sebagaimana yang terjadi saat ini, umat Islam semakin terpuruk dalam kehidupan dunia, semakin tidak PD dengan keislamannya, semakin terpinggir dari kehidupan social, dan semakin banyak yang melakukan keingkaran. Akibatnya, di akhirat adalah adzab yang perih.
“Berbahagialah mereka yang terasing, sebab Islam bermula dalam keadaan asing, dan akan kembali asing seperti semula.”
Namun tak seharusnya mereka yang beriman terlalu larut dalam kesedihan ketika menyaksikan kemunduran umatnya. Prihatin tentu boleh, tapi lebih baik segera melakukan aksi sesuai tuntunan Ilahi. Keprihatian yang berujung pada kesedihan justru terlarang, karena kekalahan itu sifatnya hanyalah sementara dan parsial.
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (Ali Imran: 139)
Bacalah penjelasan Sayyid Quthb yang menafsirkan ayat di atas di bawah ini;

“Janganlah kamu bersiklap lemah dan janganlah kamu bersedih hati atas apa yang menimpamu, padahal kamulah orang-orang yang tinggi. Akidah kalian lebih tinggi karena kalian bersujud pada Allah semata, sedangkan mereka menyembah salah satu mahkluk-Nya dan sebagian mahkluk-Nya. Manhaj kalian lebih tinggi karena kalian berjalan pada manhaj-Nya, sedangkan mereka berjalan pada manhaj ciptaan mahkluk-Nya. Peran kalian lebih tinggi karena kalian mendapat tugas untuk memberi petunjuk kepada manusia keseluruhan yang sedang berjalan tanpa manhaj atau menimpang dari manhaj yang lurus. Posisi kalian di muka bumi lebih tinggi sebab kalian adalah pewaris bumi yang Allah janjikan kepada kalian, sedang mereka menuju pada kebinasaan dan dilupakan. Maka jika kalian benar-benar beriman pasti maka kalian akan lebih tinggi, dan janganlah kalian bersikap lemah serta bermuram durja.” (Tafsir Fi Zhilal al Qur’an,I/480).
“Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang lalim,” (Ali Imran: 140).
Benar, apa yang terjadi sekarang ini, dan mengapa bisa terjadi, jawabannya ada dalam terjemahan ayat Ali Imran: 140 di atas. “dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada”.
Tak perlu mencari di banyak tempat untuk mencari jawaban dari semua ini, kita semua tahu bahwa kita punyai muara dari hukum dan ilmu, itu adalah al-Qur’an. Kembalikan jawabannya pada asalnya hukum dan ilmu adalah tindakan yang benar benar benar. Itu adalah asalnya. Karena al-Qur’an telah lama mampu menjawab semua pertanyaan yang ada.

Beginilah Seharusnya
Peradaban yang sejatinya adalah ketika kebudayaan kita benar-benar terlepas dari hal-hal negative yang bersumber dari barat. Terbebas dari ketergantungan dan pengaruh peradaban-peradaban asing yang bertentangan dengan hukum Islam.
Terbebas dari segala pengaruh negative dari barat dalam aspek militer, ekonomi, intelektual dan social. Dimana klub-klub malam telah di tutup, terlarangnya minuman-minuman beralkohol, dan telah hancurnya tempat-tempat porstitusi.
Dimana tak ada lagi jarak pemisah antara tuan dan pembantu (seperti budak dengan majikannya). Pekerja telah menjadi mitra dan bukan sebagai pencari nafkah. Dilarangnya penggunaan buruh, dimana buruh bukanlah barang untuk diperdagangkan.
“Meskipun telah ada tindakan-tindakan seperti keamanan social, penetapan upah minimum, pengaturan jam kerja, hak untuk unjuk rasa, serta pembatasan dan penghapusan kepemilikan pribadi, persoalan terpenting tetap tak terpecahkan. Persoalan tersebut, tidak lain adalah kebebasan manusia. Keadilan memang telah di
raih melalui perbaikan semacam ini. Tetapi hubungan antara buruh dengan produsen tetap merupakan hubungan antara pelayan dan majikan, tuan dan budaknya. Semua
perbaikan ini tak lain hanyalah setengan hati, yang lebih mencirikan kedermawanan

dibandingkan pengakuan hak akan buruh.
Para buruh diberi upah tertantu sesuai dengan barang yang mereka hasilkan. Mereka tidak diizinkan untuk mengkonsumsi barang mereka sendiri, karena mereka telah menjual hak mereka untuk memperoleh upah yang rendah. Padahal prinsip yang benar, seperti apa yang di katakana Qadhdhafi, ‘Ia yang memperoduksi barang harus menjadi konsumen produknya. Meski ada kemungkinan dalam peningkatan pendapatan buruh, mereka tetap dalam jalan perbudakan.’
Mata pencaharian seharusnya tak tergantung pada upah atau belas kasihan orang lain.
‘Mata pencaharianmu adalah milikmu pribadi yang harus kau kelola dalam batas pemenuhan kebutuhan pribadimu. Dapat pula mata pencaharian itu menjadi bagian dari produkmu, melalui kegiatan produksi yang dilakukan oleh kamu sendiri. Mata pencaharian artinya bukan mendapat upah dari pekerjaan yang dilakukan untuk orang lain.’
Untuk itu mereka yang terlibat dalam operasi produksi harus mendapatkan bagian yang sama dari produk akhir. Karena mereka semua terlibat dalam proses keseluruhan operasi produksi, mereka harus sama dalam hak-haknya terhadap barang yang diproduksi.
Seluruh peningkatan dalam upah dan keamanan kerja tak lebih sebagai hadiah kedermawanan dari majikan kepada buruhnya. Hanya ketika kepemilikan berada ditangan ummat, diatur oleh ummat sendiri, dan para buruh akan menjadi mitra dan bukan pencarfi nafkah lagi. Itulah jalan satu-satunya untuk membebaskan buruh. Karena kebebasan manusia tak cukup untuk mengendalikan kebutuhannya. Kebutuhan dapat membawa pada perbudakan satu manusia oleh manisia lainnya.”
Karena itu Qadhdhafi berpendapat bahwa produksi yang berdasarkan upah tenaga kerja akan terus mengalami penurunan, karena ia bersandar pada bahu pecari nafkah.
Rumah milik sendiri.
“Kebutuhan akan tempat tinggal adalah salah satu kebutuhan setiap inidividu. Seorang belum merdeka selama ia tinggal di rumah orang lain, baik dengan membayar sewa ataupun tidak. Karena sebuah rumah adalah milik penghuninya. Jadi tidak benar jika seseorang harus membayar sewa kepada siapapun.
Oleh sebab itu, tak ada seorang pun yang punya hak untuk membangun rumah melebihi kebutuhannya, karena kebutuhan itu akan merusak pemenuhan kebutuhan orang lain. Membangun rumah dengan bermaksud untuk disewakan adalah awal mula
pengendalaian atas kebutuhan orang lain, sehingga akhirnya, ‘kebebasan terletak pada kebutuhan’.”
Dan, “Sebuah rumah harus dilayani oleh penghuninya.” Sebab sama saja pembantu rumah tangga itu adalah ‘budak jaman modern’. Lebih parah lagi, di sector public, mereka lebih rendah dari buruh upahan. “Mereka bahkan berada dalam kebutuhan yang lebih besar untuk membebaskan diri

dari pembudakan oleh masyarakat pencari nafkah, masyarakat budak.” Namun dalam situasi dimana pembantu rumah tangga diperlukan, hal itu menurut Qadhdhafi di izinkan. Dengan catatan mereka harus dianggap sebagai tenaga kerja biasa seperti tenaga kerja disuatu perusahaan, dan mereka harus diajukan untuk mendapat promosi, keamanan, dan keuntungan social yang lain.
Hanya kebutuhan dasar setiap orang dibebaskan dari kendali luar, manusia akan memperoleh kebebasan material, intelektual, dan spiritualnya.
Tak adanya lagi kalimat, “Tak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam hal apapun.” Karena kalimat ini adalah penipuan besar kepada perempuan. Sebab prinsip itu telah mencegah perempuan menjalani kehidupan yang alami dan memenuhi kebutuhan sesuai dengan sifat biologisnya.
Memang sebagai kebenaran yang tak terbantahkan, yaitu bahwa, “Laki-laki dan perempuan keduanya adalah sama-sama manusia.” Namun yang namanya tak ada perbedaan ini hanyalah pada kemanusiaan mereka secara umun saja, yaitu dalam hak dan kebebasannya. Seorang perempuan harus cantik dan feminim. Dengan demikian setiap pekerjaan berat yang membutuhkan kekuatan fisik atau setiap pekerjaan kotor yang menutupi kecantikan perempuan, adalah tindakan penindasan.
Jelas laki-laki dan perempuan berbeda, dan perbedaan itu menunjukkan bahwa masing-masing memiliki peran yang berbeda dalam masyarakat. Mereka mengalami menstruasi, sakit, hamil, dan pada saat-saat tertentu tak bisa berperan aktif dalam masyarakat. Ciri fisik ini bukanlah hasil dari sebuah pilihan. Karena ciri-ciri ini adalah tujuan manusia.
Jadi menempatkan perempuan secara fisik bekerja dipabrik, pertambangan atau semacamnya, sebagai kesewenag-wenangan dan situasi tidak alamiah. Sama saja ini adalah pajak yang harus di bayar perempuan untuk masuk dunia laki-laki. Kepercayaan bahwa perempuan melakukan hal ini adalah suka rela adalah keliru. Namun, bukan berarti perempuan tak boleh bekerja. Yang saya maksudkan disini adalah masyarakt harus menyediakan pekerjaan untuk semua anggotanya, tetapi masing masing harus sesuai dengan kemampaun fisiknya.
Tak adanya organisasi yang berasal dari, dan beranggotakan, partai politik apapun, karena itu adalah bentuk kejahatan dan penghiyanatan terhadap kedaulatan rakyat. “Tidak harus ada partai, keanggotaan atau pemisah. Adanya partai adalah perpecahan kesatuan ummat.”
Semua landasan peradaban telah tergantikan dengan hukum yang berlandaskan ajaran Islam. Karena, “Kewajiban ummat Islam adalah menerima syari’at yang telah ditetapkan oleh Allah. Tak ada yang berhak membuat aturan dan undang-undang, dengan mengesampingkan aturan dan syari’at Allah.”
“Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Yusuf: 40).
Dalam firman-Nya: “Dia memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia”, bermakna: “Kalian diperintahkan untuk tidak menyandarkan hukum kecuali kepada Allah, karena Allahlah yang berhak untuk membuatnya untuk menentukannya. Dan dalam ayat ini penyandaran hukum kepada Allah disebut ibadah. Sebaliknya penyandaran hukum kepada selain Allah, baik kepada

hukum raja, ataupun hukum rakyat, berarti telah melakukan tindakan kesyirikan, karena memalingkan ibadah penyandaran hukum kepada selain Allah.”
Tak adanya praktek penafsiran ayat dan hadist yang sewenang-wenang sehingga melahirkan hukum baru yang berbeda dengan hukum di dalam al-Qur’an. Karena itu adalah suatu bentuk penyimpangan yang termasuk ke dalam bentuk pentasyiri’an, dan sama saja ia telah mensejajarkan diri dengan Allah dengan merampas hak Allah.

Wahai kaum muslimin,
robek dan cabiklah semua buku luar yang tidak sesuai dengan (nilai) Islam dan kemajuan.
Wahai kaum muslimin,
bakar dan hancurkan semua kerukulum yang mengotori akal dengan pelajaran yang dangkal.
Wahai kaum muslimin,
hancurkan setiap ilmu pengetahuan yang tak bisa diletakkan untuk mengabdi kepada rakyat, karena itu bukanlah ilmu pengetahuan yang benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar