Halaman

Senin, 20 Juni 2011

Pejuang

PEJUANG

K
alau kita membaca sejarah di negeri kita 350 tahun kita dijajah oleh Belanda , di buat menjadi manusia yang tak percaya diri, manusia yang hanya sekedar menjadi kuli. Tapi himpitan penjajahan ternyata bisa didobrak oleh sekelompok manusia yang berada dalam barisan pejuang di negeri ini. 14 agustus 1945 Indonesia merdeka dari penjajahan, buah dari perjuangan para pejuang.
Saudaraku sekalian, Alhamdulillah kita bisa merdeka dengan tetesan air mata, keringat bahkan darah para pejuang. Sekarang sudah lebih dari setengah abad kita merdeka, dan sepatutunya Negara yang sebesar ini dengan seluas dan sekaya ini menjadi Negara yang disegani di dunia. Tetapi fakta kita dikenal dengan julukan kurang nyaman atau bahkan tidak enak. Negara yang menjadi sarang korupsi, Negara yang menjadi rangking dua dalam pornografi, segara yang dianggap pula sebagai sarang teroris, mengapa julukan negative begitu banyak?
Sahabat, kita lihat sejarah Negara manapun kalau tertindas, dijajah, dibelenggu, akan tampil barisan pejuang yang akan mampu membobol kesulitan sebesar apapun. Namun sesudah merdeka, hampir semua Negara tidak dikelola oleh para pejuang, tetapi dikelola oleh para pekerja. Bedanya para pejuang dan para pekerja adalah ”pejuang” dia melakukan apapun tanpa pamrih, dia rela mengeluarkan harta, tenaga, pikiran bahkan jiwanya. Tidak terhitung waktu apalagi imbalan, yang dia pikirkan adalah memepersembahkan yang terbaik agar bangsa ini merdeka dan anak cucunya tidak teraniaya. Sedangkan pekerja tentu berbeda. “Pekerja” bekerja sesuain dengan imbalannya. Maka tidak ada jam juang, yang ada adalah jam kerja.
Sebuah Negara yang dikelola oleh para pekerja yang baik, jujur, professional, inovatif, insya Allah seperti perusahaan yang dikelola dengan baik dan jujur, maka akan untung. Sebaiknya yang karyawannya malas, direksinya licik dan berbagai keburukan dalam perusahaan, pasti akan bangkrut bukan?
Pejuang dia berbuat, berkorban tanpa pamrih, dia melakukan yang terbaik untuk kepentingan orang lain, untuk kepentingan masyaratakt banyak. Sedangkan pekerja, dia bekerja karena mendapatkan imbalan, tetapi yang paling buruk adalah penjahat, dia bekerja dengan mengorbankan kepentingan orang lain (kepentingan rakyat) untuk kepentingan dirinya pribadi. Mereka semua tidak memperhatikan rakyat yang mereka pimpin. Mereka tak memberikan perhatian kepada rakyat, padahal mereka butuh perhatian, bukan kekuasaan. Mereka tak memberikan rakyat keamanan, namun malah memberikan penangkapan bagi mereka yang tak sejalan dengan jalan para penguasa.
Para pekerjalah pribadi yang licik dan pengecut. Mungkin jika dijajah kembali, pilihan mereka adalah lebih baik diinjak-injak oleh kaki para panjajah, rela melepaskan kemerdekaan ketimbang mempertahankan hingga titik darah terakhir. Merekalah yang akan rela melepaskan kaum wanitanya diambil musuhnya itu sebagai pelampiasan nafsu.
Mengapa Negara sekaya ini jadi banyak hutang? Selain pengelolaan yang kurang baik, juga

boleh jadi banyak orang yang curang. Dan survey memang membuktikan, Negara kita memang Negara yang disegani dalam masalah korupsi.
“Saudara-saudaraku, jadi harus bagaimana?”
Sederhana saja, andaikan sebuah kapal sehat, nahkoda bagus, pasti dapat ikan banyak. Tapi kalau kapal dalam keadaan rusak, bocor dibawah, itu perlu perjuangan dan pengorbanan; harus ada yang menyelam, harus mau berpanas-panas kena las, atau bahkan kesetrum, harus ada pengorbanan agar kapal ini kembali berlayar.
Negara kita ini sudah menjadi Negara yang kurang sehat, dan Negara kita tak akan bangkit kalau kita cuma mengandalkan para pekerja saja, tidak bisa… pekerja itu butuh penghasilan, sedangkan untuk menggajinya saja kurang. Kita tahu untuk membayarnya saja, hutang sudah sulit. Bagaimana mungkin kita bisa mengurus kalau hanya karena ingin mendapatkan sesuatu.
Bangsa ini hanya akan bisa bangkit kalau masyarakat, para pemimpinnya, para pengelola Negara bergabung dalam barisan pejuang yang tanpa pamrih, insya Allah bisa bangkit. Oleh mereka yang bersungguh-sungguh. Bukan oleh mereka yang bersantai-santai dan berleha-leha. Dunia akan dimenangkan oleh mereka yang merealisir cita-cita mereka dan dengan jiddiyah dan kekuatan tekad; meskipun suatu kaum itu bathil, jika pengikutnya memperjuangkan dengan penuh kesunguhan niscaya mereka akan meraih kesuksesan didunia ini.
Merekalah orang yang pantas mendapat karunia untuk menjaga Negara ini; sekalipun bukan warisan leluhurnya. Merekalah orang-orang yang baik, orang-orang yang pandai memakmurkan bumi, berbuat kebaikan terhadap semua penghuninya, berhati-hati terhadap musuh yang menyerangnya. Jadi sama sekali bukan berarti orang-orang yang hanya pandai memperpanjang ruku’ dan sujudnya, sedangkan persoalan bumi diabaikannya. Sebab ibadah adalah persoalan kerohanian dimana manfaatnya untuk kebaikan di akhirat. Mengurus persoalan keduniawian adalah persoalan materi yang tidak dapat dilakukan kecuali dengan perantaraan yang ditunjukkan Tuhan.
Mungkin, tapi saya sendiri saja juga tidak yakin. Karena menurut analisis kaum orientalis, bahwa bangsa-bangsa Asia Tenggara (termasuk Indonesia) itu sudah dimasuki jarum-jarum Freemasonry, karena ada tabiat umum yang disebut Tiga Tabiat Tercela, yaitu: Malas, Pendek Pikiran dan Suka Latah.
Dengan memanfaatkan ketiga sifat itulah, kaum Freemasonry telah bergerak di Asia Tenggara, mendapatkan tempat yang subur di Indonesia, sekali-pun penduduknya mayoritas beragama Islam. Akan tetapi sebagian besar dari kita tidak menganut ajaran Islam yang sesungguhnya.
Kita ini, disebut kaum abangan; dan di daerah lainnya, walaupun kita mengaku beragama Islam tetapi tidak berjiwa Islam, adat istiadat kita yang merupakan campuran adat animis, dinamis, Hindu, Budha dan Nasrani.
Turutlah sejarah perkembangan Islam kita, kerajaan-kerajaan seperti Demak di Jawa, kerajaan Bone di Sulawesi, kerajaan Pagarruyung di Sumatra, walaupun disebut kerajaan Islam tetapi dalam tata cara dan adat istiadatnya memuja benda-benda azimat, hukum rajam, potong tangan dan sebagainya, Bahkan jika kita perhatikan keadaan Yogyakarta dan Surakarta yang di anggap bekas Islam itu yang tampak hanya upacara ‘syirik’.

Gerakan kembali kepada Qur’an dan Sunnah di Indonesia, mendapat tantangan berat dari penguasa bukan, dan juga dari kalangan kita yang disebut muslim. Freemasonry dengan segala pengaruhnya itu telah masuk ke Negara kita sejak masa penjajahan. Gerakan-gerakan kesukuan seperti Budhi Utomo, Paguyuban Pasundan dan sebagainya. Dalam tingkah gerak dan upacara para pimpinannya, sejalan dengan paham Freemasonry dalam membenci Islam.
Ki Hajar Dewantara yang dianggap tokoh Nasional itu telah memasukkan paham Freemasonry pada anak didiknya. Taman Siswa adalah sebuah lembaga pendidikan sekuler yang anti pati terhadap Islam, ia menolak pendidikan agama dan ia membuat pendidikan moral sendiri yang disebut Budi Pekerti. Dalam kepercayaannya seolah-olah menolak adanya Tuhan, segala sesuatu itu ia sebutkan sebagai Kodrat alam.
Taman Siswa berusaha menjauhkan anak-anak Islam dari agamanya sendiri, jadilah ia anak sekuler anak yang acuh terhadap agama atau menjadilah ia anak yang menganggap bahwa semua agama itu sama dan semua agama itu baik.
Itulah sebabnya saya tidak yakin. Sebab, kemiskinan tekad telah menggerogoti kita, dan itu lebih menyedihkan dari kemiskinan harta. Salahkanlah diri kita sendiri kenapa bisa terbius oleh jarum Freemasonry.
Begitulah, sunnah itu berlaku hingga sekarang. Perjuangan akan menuai hasil yang manis bila berada ditangan mereka yang mempunyai kesungguhan hati, meskipun mereka bukanlah orang baik. Dan akan bertahan melebihi usia mereka. Boleh jadi mereka akan mati, tetapi cita-cita, semangat dan ajaran mereka, serta keberhasilan mereka akan tetap hidup sepeningggal mereka.
Maka kewajiban kita sekarang, kembali seperti kewajiban awal da’wah di Makkah, yaitu berjuang agar bisa menampakkan Islam ini.
“Apakah bisa?“
Jawabannya adalah dengan firman Allah;
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” (Al-Fath: 28)
Memang sekarang kebanyakan manusia enggan memperjuangkan agama ini. Namun diakhir jaman nanti akan ada uang berjuang untuk manampakkan agama. Mereka akan berjuang seperti Nabi dan sahabat-sahabanya. Mereka akan menyelamatkan, dan bukan hanya penyelamatan jasad dikandung badan; tidak hanya keselamatan dunia, tapi juga keselamatan yang abadi. Keselamatan yang tiada duanya. Yaitu surga-Nya yang tak akan pernah terlintas dan tergambar ingatan dalam hati.
Ringkasnya, apa yang menjadi tujuannya tetap dipegang kuat, apa yang menjadi keinginannya tidak akan tergeser. Bukan pujian yang menyebabkannya maju, sebab tanpa pujian mereka akan tetap maju. Bagi mereka pujian itu adalah tuak yang memabukkan, yang akan membuat pengetahuannya layu. Dan mereka tahu benar, hanyalah kekosongan yang ada dalam pujian itu. Sebab pujian-pujian itu hanyalah penutup dari keburukan saja. Dan ia tahu perihal kebaikan yang dilakukannya itu.
Namun mereka akan tertawa kecil demi untuk melegakan hati kawannya. Mereka mengerti bahwa harapan yang terjalin di samping amal perbuatan yang dilakukan itulah yang menjadikan ia
maju. Mereka yakin tanpa ragu-ragu bahwa apa yang mereka kerjakan akan berhasil, sebab jalan

mereka adalah jalan menuju Allah. Meski mereka tahu kalau jalan yang akan mereka laksanakan adalah berat, tapi mereka yakin kalau mereka tak melakukannya, mereka sadar akan akibatnya. Keberanian itulah yang dapat mengesampingkan kekecewaan yang mungkin timbul ketika apa yang sedang mereka rencanakan tengan mereka lakukan; sifat berani inilah yang merupakan garis pemisah, letaknya ditengah-tengah dua sifat yang sama-sama tercela, yakni sifat pengecut dan tercela.
Jika mereka tidak berhasil, mereka yakin nantinya akan ada penerus yang akan menjadi penggantinya, oleh karenanya mereka tak akan pernah duduk termenung, berpikir macam-macam dan diombang-ambing perasaan. Ibarat menanam pohon asam, meski kemungkinan menikmmati hasil usahanya, namun ia puas sebab telah berbuat kebaikan yang terus menerus akan dirasakan generasi seseudahnya.
Dan bukan kecaman yang menyebabkannya mundur. Mereka menjadikan orang yang suka mengkritiknya itu sebagai penasihat utamanya. Sebab bagi mereka, orang yang suka berterus terang itulah sahabat sejatinya, orang seperti itulah manusia yang ikhlas hati; karena suka menerangkan apa yang sebenarnya salah pada dirinya, serta suka menunjukkan kearah mana jalan lurus yang wajib ditempuh.
Merekalah yang disebut sebagai benar-benar manusia. Dan hanya dengan manusia semacam inilah, umat, bangsa, dan agama akan hidup kembali. Umatlah yang akan menilai segala sesuatu yang mereka lakukan.
Artinya mereka bukan golongan yang gemar dipuji sekalipun salah, dan benci dikecam sekalipun kecaman itu benar. Karena merekalah orang-orang tak tertipu oleh perasaanya sendiri. Mereka juga sadar, hanya merekalah yang seluruhnya untuk negeri ini. Bukan orang lain, bukan bangsa lain, hanya merekalah yang menjadi harapan untuk menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara, sebagai penanam jiwa kebangsaan yang murni, hanyalah mereka.
Kini perlu sekali untuk dimengerti, siapakah sebenarnya manusia yang wajar itu? Merekalah yang senang dipuji, sementara dikritik tidak alergi, asal baik pujian dan kritikan sesuai pada tempatnya. Pujian dimaksudkan memberi dorongan seseorang untuk lebih maju kearah kebaikan, dan kritikan sebagai cermin instropeksi diri agar tak tergelincir kedalam lembah kehinaan.
Sahabat, marilah kita renungkan perjalanan diri, rangkuhlah harapan besar, jadikanlah mereka lambang kebesaran dalam perjalanan kita. Milikilah angan-angan yang tinggi seperti angan-angan mereka, lantas jadikanlah pakaian kita sehari-hari, barang kali kita akan menemukan sebab yang sejati. Dan bila kita tak menarik ibrah dan semakin teguh, besar kemungkinannya ada yang salah pada diri kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar