Halaman

Senin, 20 Juni 2011

Waktu

WAKTU

A
pakah yang menjadi resep teramat jitu, yang dimiliki para sahabat Nabi saw yang menjadi tentara Islam waktu itu, sehingga mereka mampu menahklukkan dua emperium adidaya, Romawi dan Persia, yang bala tentaranya terkenal kuat dan perkasa…? Resepnya ternyata tersimpul dari pengakuan penuh kekaguman dari anggotas dinas Intelejen Romawi setelah melakukan kegiatan mata-mata di Madinah. Kepada kaisar Romawi Intelejen itu mengutarakan kesannya tentang watak kaum muslimin, “Ya, mereka kaum muslimin itu, kalau malam tak ubahnya seperti rahib, kalau siang sungguh bagaikan singa.”
Umat Islam waktu itu mampu memadukan dua kekuatan ikhtiar yang sungguh luar biasa, sehingga menghasilkan kekuatan yang Ruar….r biasa pula. Tubuh dan pikiran seratus persen digunakan untuk berikhtiar, bersimpuh penuh berkuah keringat. Dikerahkan semua potensi yang dititipkan Allah, demi teraihnya suatu prestasi tertinggi, suatu karya terbaik. Dengan demikian, jadilah ia muslim unggul, prestatif, dan patut dibanggakan.
Selain itu, hati pun seratus persen digunakan berikhtiar dengan sekuat tenaga untuk ber-taqarrub dan mengejar pertolongan Allah, sehingga menjadi hamba yang ridha dan diridhai-Nya.
Salah satu kuncinya utamanya adalah menggenggam waktu. Secara syari’at, siang dan malam itu terdiri dari 24 jam. Seberapa besar seorang muslim menggunakan waktu yang telah disediakan Allah SWT tersebut? Dengan kata lain, seberapa mampu seorang muslim mempu melakukan pecepatan diri…?
Kita ibatratkan dalam sebuah lomba balap sepeda. Ketika pistol diletuskan, tampaknya seseorang yang menjadi juara dalam balap itu adalah orang yang dalam hitungan waktu yang sama bisa mengayuh sepedanya lebih kuat dan lebih cepat daripada yang dilakukan orang lain, sehingga ia akan melesat menjauhi pembalap yang lain karena energy yang digunakan dan keketapan gerakannya lebih baik daripada waktu yang sama yang dilakukan orang lain.
Artinya keunggulan itu akan sangat dekat dengan orang yang paling efektif dalam memanfaatkan waktunya. Oleh sebab itu, tampaklah tidak perlu bercita-cita yang hebat bagi orang-orang yang menganggap remeh waktu, karena kunci keunggulan seseorang justru terletak pada bagaimana ia bisa memanfaatkan waktu secara lebih baik daripada yang dimanfaatkan orang lain.
Dua puluh empat jam adalah waktu yang sama yang diberikan Allah kepada setiap manusia. Ada yang bisa mengurus dunia. Ada yang mampu mengurus perusahaan raksasa. Ada yang bisa mengurus berjuta-juta manusia. Akan tetapi, ada juga orang yang selama 24 jam tersebut mengurus diri sendiri saja tak sanggup. Padahal jatah waktu yang dimiliki sama.
Jangan salahkan siapa pun kalau kita tidak merasakan gemilangnya hidup ini. Yang yang patut kita curigai adalah bagaimana komitmen kita terhadap waktu yang kita jalani. Hendaknya kita selalu mengevalusi diri. Kalau kita temasuk orang yang selalu meremehkan atas keberlaluan waktu, tidak
merasa kecewa manakala pertambahan waktu tidak menjadi saat bagi peningkatan kemampuan diri,

maka berarti kita memang akan sulit menjadi unggul dalam hidup ini.
Imam Hasan al Basri berkata: “Wahai anak Adam…, Sesungguhnya kamu adalah hari, jika suatu hari pergi maka sebagian darimu ikut pula pergi. Saya mengetahui satu kaum yang ketamakannya terhadap waktu melebihi ketamakannya terhadap dirham.”
Kita bepacu dengan waktu. Satu desah nafas adalah satu langkah menuju maut. Rugi besar kalau kita banyak keinginan, banyak angan-angan, banyak harapan, tetapi tidak meningkatkan kemampuan. Padahal setiap detik, menit, dan jam adalah peluang bagi peningkatan kemampuan: kemampuan keilmuan, kemampuan diri, kemampuan kelapangan dada, dan kemampuan ibadah. Ingat, waktu adalah inti hidup itu sendiri.
Barang siapa dalam waktu yang dilaluinya selalu tamak dengan upaya meningkatkan kemampuan diri, maka tak usah heran kalau Allah akan memberikan yang terbaik bagi diri kita. InsyaAllah…! Allah-lah Pemilik segala-galanya.

1. Umur
Islam mengajarkan bahwa setiap orang akan mempertanggungjawabkan amalnya sendiri dan akan mendapatkan balasan yang setimpal kelak di akhirat. Orang yang beramal baik ketika didunia kelak akan mendapatkan kenikmatan yang dinamakan dengan surga. Sedangkan orang yang beramal buruk didunia kelak diakhirat akan mendapatkan balasan yang berupa siksa di neraka.
Konsep hidup yang seperti ini telah diketahui banyak orang, tapi yang anehnya banyak orang yang tak bersegera mempersiapakan nasibnya setelah kematian. Diantaranya karena manusia masih terlena dengan kehidupan dunia, sehingga asyik sendiri dan melupakan akhirat. Mereka beranggapan bahwa hidupnya didunia masih lama, dan ia akan mempersiapakan segala sesuatu menjelang kematiannya.
Oleh karena itu kebanyakan kaum muda, tidak pernah membayangkan kematian akan menimpa dirnya. Mereka mempunyai anggapan bahwa tidak ada yang meninggal kecuali hanya orang-orang yang sudah tua. Adapun orang-orang yang masih muda, jarang dari mereka yang mati muda.
Akan tetapi, menurut penelitian ternyata dijumpai bahwa kematian lebih banyak merengut mereka yang berusia muda.
“Kita adalah bayi yang berasal dari desakan. Setelah tua menuruti kawan. Karena terbiasa waktu kanak-kanak berkumpul dengan anak, setelah tuapun berkumpul dengan orang-orang tua. Berbincang-bincanglah kita semua tentang nama yang sunyi hampa, meskipun wujud dan sifat-sifat yang kita bicarakan itu tak kita ketahui, kita saling membohongi.”
Mereka mengatakan bahwa barang siapa menanam pohon “nanti”, kan tumbuhlah tanaman “baranag kali”. Kelak menghasilkan buah yang namanya “andaikata” yang akan dicicipi oleh manusia, sedang rasanya adalah kekecewaan dan penyesalan. Oleh karena itu, Anda tidak akan mendengar seseorang mengulang kata “nanti”, kecuali yang bersangkutan adalah yang paling banyak mengalami kekecewaan. Bila dikatakan kepadanya: “Mengapa tidak bertaubat?” Ia akan menjawab: “Aku berniat akan bertaubat, insya Allah,” kemudian ia mati, sedang dia masih belum bertaubat
“Jika engkau berada pada pagi hari, janganlah menunggu dipetang hari; dan jika engkau berada

dipetang hari, janganlah menunggu dipagi hari.” (HR. Bukhari)
Imam Ahmad mengatakan: “Itu sama saja dengan menambah makanan di atas makanan dan menambah paklaian di atas pakaian, padahal hari-hari ini terasa tidak lama, kemudian kita menghadap kepada Allah.”
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? (Al-Mu’minuun 115)
Disebabkan bahwa kebanyakan orang melihat dunia ini indah, hingga membuat mereka lari dari keimanan menuju keindahan yang rendah. Padahal sesungguhnya keimanan di dalam hati adalah sebuah anugerah terindah, yang telah diberikan oleh Allah. Tapi lantas mereka menganggap bahwa anugerah ini adalah sesuatu yang tak berharga.
Dan itulah yang membuat manusia merasakan sakitnya sakaratul maut, ikatan terhadap dunia. Karenanya banyak orang yang tersesat saat menjelang ajal. Dia yang mau meninggalkan dunia, tapi jiwanya masih ingin menikmatinya. Akalnya masih belum rela pergi, hatinya pun masih belum enggan meninggalkan kenikmatan yang selama ini ia rasakan. Maka, jadilah tarik menarik antara keinginan untuk tetap tinggal didunia dan ketentuan bahwa sudah masanya untuk meninggalkannya.
Saya tidak pernah mengatakan bahwa manusia dilahirkan dengan kebebasan mutlak. Dan kita memilih bagaimana kita akan menggunakan semua itu, termasuk berpaling dari keimanan yang telah Allah berikan semenjak jadi calon bayi. Indikasi berpalingnya seseorang dari kenikmatan imani kepada kenikmatan duniawi adalah ketika ia diajak melaksanakan sebuah ketaatan pada Allah, maka rasa bosan segera merayap dan meresap kedalam hati. Sebaliknya ketika sibuk dengan urusan dunia, ibadah dan ketaatan dia lupakan.
Namun apakah mereka peduli? Saya pikir tidak. Kenikmatan sesaat itu secara tidak langsung menutupi pandangan mereka pada masa depannya. Dengan demikian adalah mungkin bagi mereka untuk mengacuhkan masa depannya. Karena kenyataan menunjukkan bahwa kenikmatan dunia itu jauh lebih banyak dari kesengsaraan atau musibah yang didapatkan.
Kenikmatan itu salah satunya adalah harta dan kehormatan. Seperti yang tertera dalam sebuah hadist dari Nabi Muhammad SAW dalam kitab Malik al-Anshari. Dan mereka yang berambisi terhadap hal tersebut tak akan terjaga dari keutuhan keislamannya.
Kenikmatan memang layak untuk dinikmati. Namun terkadang manusia terlalu dibuai kenikmatan dalam dirinya dan menjadi lengah sehingga lupa bahwa kenikmatan itu bisa berubah kapan pun tanpa ia ketahui, dan sirna secara tiba-tiba sekali!
“Sangat menyesatkan. Kadang dengan uang, orang bisa dengan mudah melupakan kodratnya sebagai manusia. Ingatlah, sekarang ini banyak binatang yang bisa berpikir seperti manusia. Anjing saja tahu terima kasih terhadap tuaanya. Sebaliknya, banyak manusia yang berpikir seperti binatang, hanya demi uang atau kepuasan pribadi.”
Walaupun akibat yang muncul dari ambisi terhadap harta hanyalah tersia-sianya waktu dalam hidup ini, padahal yang memungkinkan bagi manusia untuk memanfaatkan waktu tersebut untuk mencapai kedudukan yang lebih tinggi dan kenikmatan abadi di sisi Allah SWT. Tahukah kita bahwa
dengan menyia-nyiakan waktu, kita bukan hanya merugikan diri sendiri tetapi juga orang lain? Karena

waktu yang kita miliki sama dengan waktu yang dimiliki orang lain. Cukuplah itu menjadi celaan terhadap perbuatan ambisi terhadap kenikmatan yang rendah.
Orang yang dihadapan oleh hamba sahayanya, duduk dikursi, kaya raya, mempunyai tanah dan rumah yang dihias bagus, merasa sangat menang dan bangga. Apakah ia tahu, bahwa semua benda yang ada didunia ini akan musnah menjadi tanah! Meskipun demikian ia masih berfifat sombong dan congkak! Oh, berbelas kasihan saya kepadanya! Ia tidak tahu sifat-sifat dan citra dirinya sebagai mayat! Ia merasa dirinya paling cukup dan pandai!
Ketahuilah, bahwasanya kita adalah mayat yang berjalan kian kemari untuk mencari makan dan pakaian, dan intan permata serta kekayaan yang menyenangkan jasmani kita. Kita duduk di kursi yang empuk pada rumah kita yang bagus, tak meyadari bahwa diri kita, harta kekayaan yang kita miliki di dunia ini, akhirnya akan hancur dan sirna.
Kita terkurung oleh jasad yang menjijikkan. Meski kita tampan, tapi nanti hanyalah makanan bagi ulat. Meskipun kita cantik, tapi kita hanya bakal makanan bagi belatung.
Apakah kita tidak tahu bahwa kita adalah badan bertempalan darah yang bakal kering, tulang yang bakal hancur, dan daging yang bakal busuk?

Aku bosan melihat bangkai-bangkai berserakan dan berkeliaran kemana-mana yang banyak sekali jumlahnya. Dunia ini hanya di penuhi mayat.

Namun begitu kita masih suka sombong, bangga dengan kekayaan kita, tak sadar bahwa diri kita adalah bakal bangkai. Tetapi mengapa kita merasa diri kita mulia dan bahagia? Harta benda merupakan sarana kenikmatan bagi pancaindra, tetapi kebanyakan manusia tak sadar bahwa harta benda merupakan penggoda kita sebagai manusia yang menyebabkan kita terikat pada dunia ini.
“Dan sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), tentulah Kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah loteng-loteng perak bagi rumah mereka dan (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka menaikinya. Dan (Kami buatkan pula) pintu-pintu (perak) bagi rumah-rumah mereka dan (begitu pula) dipan-dipan yang mereka bertelekan atasnya. Dan (Kami buatkan pula) perhiasan-perhiasan (dari emas untuk mereka). Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia, dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.”(Az-Zukhuf: 33-35)
Harusnya seperti inilah kita semua. Tak peduli dengan gemerlapnya dunia karena kefanaanya, dan yang perlu kita pedulikan adalah semangat dalam memotivasi diri untuk berlomba beramal dalam mempersiapakan hari bertemunya dengan Allah, Tuhan Penguasa Alam. Yang Dialah yang akan memasukkan kita ke surga. Disanalah, disurga, bahagia dan kesempuranaan bercampur menjadi satu. Hidup disanalah yang dinamakan hidup yang hakiki. Kita hidup tanpa merasakan ajal, tiada merasakan hal buruk, segala ucapan yang terdengar tanpa ada kesia-siaan, tiada bersusah payah, dan tiada kenal sakit.
Hal inilah yang membuat sebagian sahabat melihat emas bagaikan pasir yang tiada harganya, melihat gedung-gedung seakan-akan seperti tumpukan batu-batu besar, dan melihat pangkat dan kedudukan

seakan-akan tidak berarti suatu pun.
Dunia ini sesungguhnya adalah derita. Memang ada kebaikan, namun keburukan lebih banyak. Memang ada sehat, tapi kalau sakit obatnya mahal. Memang ada mujur, tapi sering kali dibayangi celaka. Memang terkadang bagai surga, tapi hakekatnya adalah neraka. Memang indah, tapi sesungguhnya hanya bayangan maya yang timbul dari budi daya cipta kita. Disinilah kita hidup tanpa arah dan tujuan, seperti warana hitam, putih dan entah hijau ataun nila sampai kuning. Berpikir apapun serba kurang pas. Hati kita sering menjadi risau, karena kita tak tahu apa yang iblis bisikkan.
Tetapi bagi yang ingin bertaubat dari kesia-siaan yang telah terjadi, janganlah ragu! Janganlah takut Allah tak akan mengampuni dosa-dosa kita. Janganlah takut Allah tak akan menerima taubat kita. Sesungguhnya kita semua senantiasa berdosa, berpagi hari berdosa, berpetang hari berdosa, duduk dimajelis berdosa, dan berjalanpun kita berdosa, karena sesungguhnya kita semua diciptakan dari tanah, daging, otot, darah dan tulang. Semua aspek keragaan atau kebutuhan adalah barang pinjaman, yang nantinya setelah manusia terbebas dari dunia ini, akan berubah menjadi tanah, sedangkan kerakter tanah itu mudah goyah dan tidak dapat diam. Untuk itu, gunakan kekuatan kemauan Anda untuk meniggalkan hal-hal yang sia-sia itu.
Raihlah kembali kebahagiaan itu! Ketahuilah, rahasia kebahagiaan dan diterimanya taubat itu adalah terletak pada apa yang patut untuk dilaksanakan sekarang. Yaitu segera bertaubat, bukannya menghawatirkan kesalahan yang lalu dan ancaman yang akan datang.
Pikirlah saat ini!
Karena Anda tahu kenapa? Sebab setiap kita berpikir, proses tersebut terkadang telah menyita sebagian besar waktu kita. Tanpa sadar waktu telah berlalu dengan cepat. Kita menjadi budak dari pikiran yang mengembara tak tentu. Biasanya pikiran tersebut berangan-angan sesuatu yang telah lalu atau harapan-harapan di masa mendatang. Bukan tidak baik hal tersebut kita lakukan, namun sesuatu yang dilakukan secara berlebih-lebihan malah akan mendatangkan akibat yang sebaliknya dari yang kita inginkan.
Berpikir tentang masa lalu untuk merenungkan hal-hal yang telah dilakukan adalah sesuatu yang sangat baik dan positif yang sangat dianjurkan. Berpikir ke masa depan, rencana hidup, cita-cita, harapan di masa mendatangkan juga merupakan sebuah pemikiran yang baik yang akan membuat hidup saat ini menjadi lebih hidup. Memang setiap waktu adalah baik, namun yang perlu kita sadari adalah bukan terikat oleh pikiran penyesalan masa lalu yang telah lewat yang akhirnya membuat kita
menjadi pesimis dan putus asa. Juga bukan pemikiran harapan dan keinginan di masa depan yang terlalu berlebihan serta tidak realistis yang membuat kita terbuai oleh imajinasi-imajinasi.
Pun, pikiran kita jangan terlalu terikat oleh masa lalu yang begitu baik, yang seolah-olah akan mendatangkan hanya hal-hal yang baik. Ketika saat ini terjadi sebaliknya, pikiran akan menjadi putus asa dan bisa membawa kepada stres berkepanjangan. Begitu pula pemikiran pesimis terhadap masa mendatang janganlah terlalu dipikirkan. Boleh saja pikiran memetakan kemungkinan positif dan negatif baik di masa lalu maupun di masa depan, akan tetapi yang perlu kita waspadai adalah pemikiran atau pikiran yang berlebihan terhadap hanya satu sisi, entah itu positif atau negatif saja. Pikiran yang demikian akan membawa penyesalan, keputusasaan, ketakutan, kebencian dan atau

kemarahan jika kenyataan yang terjadi atau yang akan terjadi tidak sejalan dengan sesuatu yang sangat amat kita pikirkan ada yakini bakal terjadi.
Jadi, marilah kita berpikir lebih nyata tentang masa lalu dan masa depan. Realistislah terhadap kejadian masa silam dan masa mendatang yang ada sisi positif maupun sisi negatifnya. Yang paling penting janganlah kita terikat dengannya. Pikirkan diarahkan kepada saat ini dan satu kata yang baik yaitu hanya “lakukanlah taubat sekarang juga!”. Sebab, jika terlambat dan ajal telah memanggil kita, maka itu adalah kerugian yang sangat besar.
Seumpamanya saja saat kita naik perahu, tiba-tiba perahu yang kita naiki tenggelam beserta seluruh awak kapal dan juga penumpang, dan kita adalah salah satunya. Lantas air menyumbat mulut dan hidung kita. Tarikan nafas jadi tersendat. Sementara tangan menggapai-gapai mencari pegangan. Kaki melonjak tanpa bisa dikendalikan. Dan hanya kepasrahan saja yang bisa kita hadirkan. Saat itulah kita menjadi jasad yang melayang tanpa beban. Saat itulah yang terbayang hanya satu hal, kematian yang ada dipelupuk mata. Kita akan mati tanpa persiapan. Tanpa bekal yang memadai. Mulailah bayang-bayang pedihnya siksa neraka tergambar jelas. Kematian yang akan dilalui kali ini hanya sekali. Sementara nanti dineraka orang tak akan pernah mati. Selamanya merasakan pedihnya siksa. Terus, dan selamanya. Sahabat, tidakkah hal ini menjadi bahan renungan bagi kita?
Ketahuilah, sesungguhnya kematian itu menjumpai tubuh apapun yang hidup. Kemudian di dalam kubur cacing tanah akan menggerogoti tubuh kita, semenatara disisi lain ruh kita harus menghadapi pertanyaan kubur dari malaikat Munkar dan Nakir.
Kematian adalah jalan pulang bagi semua mahkluk yang bernyawa. Jalan itu bukanlah pada jalan yang telah kita lalui. Jalan pulang itu ada pada jalan yang berbeda, karena kita begerak maju. Dan kita akan menemukan papan penunjuk jalan kita sendiri semasa kita hidup dengan Allah yang selalu mengawasi kita. Allah memberi kita pesan lewat Nabi Muhammad SAW yang harus kita artikan menurut arah-arah yang mestinya kita tempuh.

Tiap-tiap usaha dapat dicari penggangtinya, kecuali usia, dan tiap-tiap sesuatu bila telah lenyap, adakalanya dapat dikembalikan melalui suatu jalan atau lainnya, kecuali usia, karena apa yang telah berlalu dari usia tidak dapat dikembalikan dan ia pergi untuk selamanya.
Apa yang sudah berlalu dari usia, berarti lenyap yang diharapkan masih belum pasti, dan bagimu adalah saaat sekarang yang sedang dijalani.

Ingatlah kalian semua dari malam pertama di alam kubur nanti. Demi Allah, andaikan seorang pemuda hidup seribu tahun dalam usianya lagi menguasai urusannya, tidak pernah sakit sepanjang hidupnya dan pula tidak pernah mengalami kecemasan dalam dadanya, tidaklah semua itu setimpal dengan derita yang bakal dialaminya di malam pertama dalam alam kuburnya.
Tidakkah kita semua tahu bahwa alam kubur adalah gelab gulita yang bertumpang-tindih satu sama lain. Itu adalah waktu yang sangat menakutkan dan kengerian yang sangat tiada tara.
Malam pertama ini sungguh mengherankan. Untuk itu, barang siapa ingin mendapat sambutan baik di malam pertamanya, hendaklah kita semua melakukannya dengan meghabiskan waktu luang

kita. Celakalah bagi kita yang melalaikan waktu. Sungguh celaka, kita tak akan mendapatkan ampunan dari Allah. Dalam kerasnya siksaan disertai mulut haus dan perut yang lapar tanpa pernah terobati.
“Dan sesungguhnya siksaan akhirat lebih menghinakan sedang mereka tidak diberi pertolongan.” (Fushshilat: 16)

Apakah engkau merasa aman, hai hamba yang lalai, bila engkau melanggar perintah Tuhan setiap harinya berkali-kali. Bila nanti Allah akan berfirman kepadamu: “Inilah perpisahan antara Aku dan kamu?”

Dan kita harus meminta rahmat dan karunia Allah, tetapi jangan pasrah. Ingatlah selalu akan kematian dan sesudahnya, karena tiada seorang pun yang selamat darinya. Kematian adalah perpisahan, tapi jadilah orang yang apabila mendengar kata kematian lantas menyukainya, bukannya membencinya. “Aku menyukai kematian, sebab dengan mati aku akan bersua dengan Tuhanku.” Hadapilah semua itu dengan bekal iman dan juga taqwa. Dengannya kau tak perlu berhina diri jika engkau seorang yang perkasa, tak akan merasa takut karena kita bukan orang yang sombong, dan tak akan merasa kecil karena kita tak pernah merasa diri kita orang yang besar.

“Ya Tuhanku, sesungguhnya para raja pun bila budak-budaknya telah beruban dalam pengabdiannya, akan dimerdekakan oleh mereka dengan kemerdekaan yang baik. Sedang Engkau, wahai penciptaku, jauh lebih murah daripada itu. Sesungguhnya aku telah beruban dalam penghambaan diri, maka merdekakanlah aku dari neraka.”

Ketahuilah, hidup seakan sebuah kematian. Kita ini ibaratnya mati. Siang malam berpikir dalam alam kematian, mengharap-harap permulaan hidup. Berapa lamakah lagi sesungguhnya kita mati di dunia ini, Masih lamakah lagi kehidupan itu, kehidupan yang akan menghidupkan kita nanti?
Kita tentu ingin kembali hidup. Di dunia ini, mati kaya akan dosa dan siksa banyak kita alami.
Jika kita hidup nanti, tiada terhitung kebahagiaan yang akan kita rasakan. Hidup tanpa mempan kematian, abadi untuk selama-lamanya. Terlepas dari belenggu badan yang menjadi dinding tebal untuk melihat Tuhan.
Bulan demi bulan telah berlalu, dan dosa tidak akan terlupakan, tetapi kita masih belum bersegera untuk membebaskan diri dari neraka ini. Apakah kita tak akan merasa kecewa dan menyesal bila Allah memaafkan dan menghidupkan ratusan ribu orang, kemudian kita bukan termasuk diantara mereka?
Tak akan ada yang tersisa, kecuali penyesalan. Kita tak akan musnah, dan penyesalan hanya akan jadi teman dari penderitaan kita.

“Kehilangan, penipuan atau musibah yang lain, dan jika ia kehilangan maka penderitaanya akan bertambah parah. Itulah tiga penyiksaan untuk orang yang menanti sesuatu selain Allah di dunia ini.

Adapun di alam kubur, maka di sanalah tempat penyiksaan yang disertai dengan sakitnya perpisahan yang tak mungkin ada harapan untuk kembali. Rasa sakitnya kehilangan kenikmatan yang besar karena ia sibuk mendapatkan kenikmatan yang kecil, rasa sakitnya terhalang dari rahmat Allah, rasa sakitnya penyesalan yang merobek-robek jantung. Kesusahan, rintihan dan kesedihan menggerogoti jiwa mereka, seperti halnya ulat atau binatang lainnya yang menggerogoti badannya. Bahkan, siksaan terhadap jiwa (roh) itu terus menerus sampai Allah mengembalikannya ke jasadnya. Maka setelah itu siksaan akan semakin dahsyat dan menyekitkan.
Maka, dimana kenikmatan para pemburu syahwat di dunia, jika dibandingkan dengan nikmatnya orang yang bergetar bahagia, senang dan bersuka ria dengan Tuhannya, rindu pada-Nya, damai dengan cinta-Nya, dan tenang dengan menyebut-Nya? Sehingga, mereka (para pecinta) Allah saat naza’nya berkata: ‘ Alangkah nikmatnya’. Ada pula yang berkata: ‘Sungguh kasihan para pemburu syahwat dunia, mereka keluar dari dunia tanpa mencicipi kelezatan hidup di dalamnya’ . Yang lain berkata: ‘Seandainya para raja dan putra raja mengetahu kenikmatan yang kami rasakan, pastilah mereka akan merebutnya dengan pedang’. Yang lain lagi berkata: ‘Sesungguhnya di dalam dunia itu ada surga, barang siapa yang belum memasukinya, pastilah ia tak akan memasuki surge akhirat’.
Wahai jiwa yang mejual miliknya yang paling mahal denga harga yang tiada artinya. Penipuan yang sebenarnya adalah ada di dalam transaksi ini, dan ia tahu bahwa ia sedang di tipu. Jika kau tidak mengetahui harga barang, maka bertanyalah pada orang yang mengerti.”

Sahabat….
Mari kita sadarkan mereka yang sadar ataupun yang tidak sadar telah terlena oleh kemegahan dunia. Bicaralah dengan cinta. Jangan sampai mereka terlena oleh gebyarnya dunia. Jangan biarkan mereka meninggalkan ceramah-ceramah agama. Jangan sampai mereka meremehkan pergaulan dengan alim ulama. Songsong dan ajaklah mereka dengan cinta. Dengan penuh kemesraan dan kebijaksanaan. Hingga mereka mengakui, betapa indahnya persahabatan dalam iman. Hingga mereka berpegang teguh pada iman disetiap waktu dan kesempatan. Hingga mereka meyakini, perlunya segala kejujuran di segala bidang kehidupan. Jingga mereka memelihara sholat lima waktunya secara berjama’ah. Dan akhirnya lioyalitas sepenuhnya hanya milik Allah swt. Bukankah ini yang menjadi dambaan setiap orang?

2. Hidup dan Mati
Bagi sebagian besar manusia (mungkin Anda juga), hidup adalah anugrah dari Tuhan. Hidup merupakan kenikmatan, sehingga mati dianggap sebagai musibah atau bencana. Demikian pandangan yang dialami sebagian besar manusia. Tapi kehendak Tuhan berbeda, karena memang Dia jugalah yang mengaturnya.
Anda pasti sedih jika salah satu kerabat, teman, keluarga Anda pergi untuk selamanya, atau mungkin orang yang tak Anda kenali sekali pun, mati. Orang-orang pun jadi enggan untuk membicarakan soal

kematian. Mati dianggap sesuatu yang menakutkan.
Mengapa mereka takut menghadapi kematian?
Sebab mereka tak tahu apa yang terjadi setelah mati. Karena mereka belum mati, dan tak ada yang kembali dari matinya untuk mengatakan yang sesungguhnya. Kalaupun mereka tahu, informasi yang mereka dapatkan adalah tentang siksa kubur dan kengerian-kengerian lain yang akan dialami kelak. Hampir tak ada gambaran yang menyenangkan. Karena itu, wajar jika kebanyakan manusia takut mati. Selain itu, mereka juga memiliki keterikatan besar pada dunia, hingga tak mau berpisah.
Pandangan seperti diatas mewakili perasaan yang dialami setiap manusia didunia. Bahkan, kengerian-kengerian itu dianjurkan untuk disampaikan agar manusia takut pada dosa, mau menjalankan perintah agama dengan benar, dan tak tergila-gila pada dunia.
Melalui cerita-cerita mengerikan dialam kubur, manusia didorong untuk menimbun pahala sebanyak-banyaknya semasa hidup, selalu mengingat akhirat, dan hanya berorientasi pada kenikmatan surga. Dengan demikian, hal-hal tersebut akan membuat kita tak takut akan kematian lagi. Bahkan, kita akan minta disegerakan untuk diadili, mengingat hadiah kenikmatan surga yang terngiang selalu.
Saya setuju dengan paham dan ajaran seperti diatas. Lumrah dan masuk akal. Namun, hal ini bisa disalahpahami dan menjadikan sekelompok orang bertindak radikal, berbuat tanpa memandang aspek lainnya. Contoh lainnya adalah sekelompok orang yang mengatas-namakan umat Islam yang melakukan ‘jihad’. Dengan membunuh (mengebom) orang-orang kafir. Dan bom bunuh diri menjadi alternative tercepat untuk mendapatkan surga.
Sulit memang menjadi orang dikelompok tengah, diantara dua sikap yang kurang tepat. Pertama, sikap takut mati kerena terlalu cinta pada dunia. Kedua, kelompok agamawan radikal yang memudahkan urusan mati demi janji surga yang diyakininya.
Kedua kelompok itu sangat berbahaya. Kelompok pertama adalah para pecinta dunia. Namun, agama bagi mereka lebih banyak dipakai sebagai sarana untuk mencari dunia.
Kelompok pertama ini adalah para pejuang kesejahteraan dunia. Bagus memang! Bahkan ini juga merupakan ajaran dari Tuhan. Namun hal ini malah menjadikan mereka tersesat manakala tidak dibarengi dengan permahaman dan keyakinan tentang kesejatian. Jika tidak, jadilah mereka terkungkung dalam ‘ketersembunyian’ yang tiada mereka sadari.
Sementara kelompok kedua ini adalah terlalu mengagungkan surga, hingga tujuan utama malah terabaikan. Tujuan utama adalah berjumpa dengan Allah dan memandang Wajah-Nya. Mereka juga terselubungi ‘ketersembunyian’.
Manusia memang begitu, tak bisa menilai lebih lanjut tentang apa yang sebenarnya yang mereka lakukan. Maksud saya, paradigma manusia memang sulit. Tak bisa melihat kalau itu salah, sehingga seenaknya sendiri mengambil keputusan.

3. Nyanyian
Berapa banyak rumah tangga di masyarakat kita yang dikuasai olehnya. Berapa banyak rumah tangga yang hancur karenanya. Sudah berapa banyak potensi yang dihamburkan. Sudah berapa banyak kalbu
yang ditelantarkan dan sudah berapa banyak pemuda yang tersia-sia olehnya. Semua itu karena

pengaruh music dan nyanyian, baik yang ada di kaset, serial, sandiwara, sinetron, maupun pertunjukan lainnya.
Untuk itulah setan memerintahkan kepada bala tentaranya dari kalangan pemuda untuk mengambil gitar dan menghabiskan malam hari mereka untuk bermain music. Saya telah menyaksikan dengan mata kepala kami sendiri aktivitas mereka tersebut.
Saran saya terhadap Anda semua yang menghawatirkan dengan nasib masa depan Anda adalah, “Jangan menghabiskan waktu dengan urusan seperti ini”.
Dilakukan wawancara dengan artis yang mereka juluki bintang, padahal dia bukan bintang. Mereka mengajukan pertanyaan kepadanya: “Bagaimanakah kiat Anda meraih kesuksesan hidup?” Mereka bertanya lagi: “Bagaimana Anda bisa naik daun seperti ini?”
Ia menjawab: “Kumulai karirku sejak kecil. Kuarungi hidupku dengan kesabaran dan ketegaran hingga sampai pada kesuksesan seperti ini, seperti yang Anda saksikan sendiri.”
Dia menyebutnya sebagai kesuksesan. Demi Allah, ini adalah kesuksesan yang tidak layak bagi orang lain merasa iri dengannya, bahkan mati lebih baik daripadanya. Sungguh kesuksesan yang tercela, menyesalkan, mengecewakan, dan tiada harga diri bila seseorang menabuh gendang, peniup seruling, dan penyanyi yang memalingkan hati orang lain dari petunjuk Allah, Al-Qur’an, dan mengingat Allah. Kesuksesan apakah yang dimaksud olehnya. Hal seperti ini telah banyak mengelabuhi orang lain.
Oleh karenanya, berhati-hatilah! Hindarilah menyanyi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar