Halaman

Senin, 20 Juni 2011

Kebangkitan Pemikiran

KEBANGKITAN PEMIKIRAN

Suatu ketika Iyas bin Mu’awiyah al Muzanni ditanya oleh salah seorang Duhqan; semacam jabatan lurah di kalangan Persi dahulu. “Wahai Abu Wa’ilah, bagaiman pendapatmu tentang minuman yang memabukkan?”
Tegas Iyas mengatakan, “Haram!”
Namun si penanya tidak percaya begitu saja. Ia justru bertanya secara logika,. “Darimana dikatakan haram, sedangkan keduanya sama-sama halal?”
Iyas kemudian menyatakan, “Apakah kau sudah selesai bicara, ataukan masih ada yang hendak akau utarakan?”
“Sudah, silakan bicara!”
Iyas kemudian balik bertanya,”Seandainya kuambil air dan aku siramkan kemukamu, apakah kau merasa sakit?”
“Tidak!”
“Jika kuambil segenggam pasir dan aku lempr padamu, apakah terasa sakit?”
“Tidak!” jawab sang Duhqan.
Iyas kemudian meneruskan, “Jika aku mengambil segenggam semen dan aku lempar padamu, apakah terasa sakit?”
Duhqan tetap menjawab,“Tidak!”
“Sekarang, jika kuambil pasir, lalu aku campur dengan segenggam semen, lalu aku tuangkan air diatasnya dan aku aduk, lalu kujemur higga kering, lalu kupukulkan kekepalamu, apakah engkau terasa sakit?”
Maka sekali ini Duhqan mengatakan, “Benar, bahkan bisa membunuhku.”
Kemudian dengan tegas Iyas bin Mu’awiyah al Muzanni mengatakan, “Begitulah halnya dengan khamr. Disaat kau kumpulkan bagian-bagiannya lalu kau olah menjadi minuman yang memabukkan, maka dia menjadi haram.”
Sungguh sebuah jawaban yang menajubkan. Menjawab sambil perlahan mengarahkan pada kesimpulan yang bias diambil sendiri. Sebuah pertanyaan yang dijawab dengan pertanyaan, hingga lahirlah sebuah ketegasan yang tidak bias ditolak lagi. Pasti menerima. Walhasil tersebarlah berita tentang kecerdasan generasi thabi’in ini. Kecerdasan yang bisa membuka tabir kehidupan. Memberi manfaat jika digunakan dalam kerangka dakwah.
Artinya, sama saja memang kita harus berpikir maju kedepan dalam segala aspek kehidupan. Jangan sampai ketinggalan pengetahuan. Jangan sampai tidak tahu akan masalah-masalah kekinian yang ada ditentah-tengah masyarakat. Karena kalau ini terjadi, tidak mungkin dakwah yang kita sampaikan akan mengenai sasaran. Dan inilah pilar-pilar pembangkit umat, kebangkitan pemikiran. Jangan sampai kita terbelenggu dalam kebodohan, kebohongan, dan tragedy yang menyelubungi.
Jangan sampai kita hanya dijadikan barang mainan orang-orang yang pintar (orang yang bodoh dalam
mengartikan apa itu arti kata ‘pintar’).
Bangkitkanlah pemikiran kita terhadap hal-hal yang belum kita ketahui, hal-hal yang sengaja disembunyikan dari kita.
“Dari mana kita bisa mendapatkan hal-hal itu?”
Jawabannya,
“Dari membaca!”
Ya, bukankah Allah memerintahkan kita untuk banyak membaca? Seperti perintah Iqro’ (bacalah!) yang diulang-ulang Jibril agar Nabi Muhammad mengikutinya. Maka dari itu, membaca adalah salah satu pintu gerbang kebangkitan pemikiran. Maka sekarang mulailah membaca, agar kita tahu kebenaran, agar kita bisa melihat dunia dengan kaca mata kita sendiri (bukan dengan kaca mata orang-orang Yahudi dan Nasrani).
Bukankah kita selama ini telah berada dalam kebohongan, ketidaktahuan akan kebenaran yang sesunggunya. Kebenaran yang benar benar “benar”. Bahkan secara sadar ataupun tak sadar dalam urusan agama kita saja juga mengalami hal yang sama. Bukankah begitu?
Selama ini kita, umat Islam telah hidup dalam kekacauan, dalam kepalsuan. Kita adalah juaranya. Dan dengan sangat terpaksa, saya menyebut ini adalah kenyataan. Kita salah mengambil jalan. Terlanjur sudah jauh, dunia yang seperti penjara ini telah menghancurkannya. Pantas saja jika kita yang menyadarinya merasa bingung, merasa banyak menjumpai kekacauan dan kekalutan batin, di serang oleh bermacam-macam perasaan yang tidak memuaskan atau yang kurang menyenangkan. Dan mungkin keputus-asaan dan tiadanya harapan akan jalan lurus yang Allah tunjukkan.
Kita terjebak dalam system yang dibuat oleh orang-orang disekitar kita. Membuat kita selalu melakukan sesuatu yang berlainan dengan kata “kebenaran”. Membuat kita menyerah dan berputus asa dalam kehidupan yang seperti ini.
Sahabat, janganlah begitu. Seharusnya kita mencari sesuatu, sesuatu yang juga dicari para Shohabat dan dua generasi sesudahnya.
Kebenaran sejati. Itulah jawabannya.
Saya sudah bosan menunggu, dan Anda juga bukan. Marilah bersama-sama kita menggerakkan hati untuk meneruskan impian pendahulu kita dulu, apa pun akibatnya. Jangan biarkan semuanya berakhir seperti ini. Sebab, kita mesti menciptakan dunia dengan keadilan kita sendiri. Dan jika hal ini terus berlanjut, kita benar-benar harus menjadi khalifah dunia ini. Dan kita harus yakin, impian kita itulah yang paling benar.
Kita harus menguasai dunia. Karena disaat kita berada dipuncak dunia, keadaan tak akan seperti ini lagi. Kita bisa melakukan apapun yang kita mau, termasuk melindungi kaum yang ketakutan. Karena dunia ini bukan realitas dalam komik, dimana keadilan tak akan selalu berpihak pada kebenaran. Keadilan hanya milik orang-orang yang punya kekuatan, meskipun mereka orang-orang jahat. Karena ini adalah dunia kenyataan dalam kenyataan dunia, dunia yang di penuhi dengan ketidak-adilan, dan kebencian, yang dari dulu belum ada akhirnya (jika kita belum mengkhirinya).
Sebagai umat Islam, kita harus berpikir bagaimana bisa mengubah hal itu. Yakinilah akan kedamaian itu, karena kita muncul sebagai umat Islam, sebuah agama bagi rahmat semesta alam.
Untuknya, kita harus berkelana (keliling dunia) menyebarkan kepercayaan itu. Hingga suatu saat nanti

dimana semua orang akan saling mengerti satu sama lain. Dimana tak akan ada lagi kedamaian hanya milik Negara-Negara besar (dengan mengorbankan Negara-Negara kecil). Janganlah kita hanya duduk dan menunggu (sampai ada yang membawa kedaiaman itu). Kita harus menghancurkan kutukan itu.
“Jika di sana masih ada kedamaian, kitalah yang harus menemukannya.”
Kita sepenuhnya pengubah dunia. Kitalah umat yang ditakdirkan itu. Kita adalah pemimpin dimana hujan turun. Percayalah dengan janji Allah akan kebenaran keyakinan kita yang lebih baik dari rencana apapun. Karena, “MIMPI ITU ADALAH MENJADI LEBIH DARI SEKEDAR SYUHADA. DAN ORANG LAIN HARUS TAHU RAHMAT YANG KITA BAWA.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar