Halaman

Sabtu, 23 Januari 2010

HAK

HAK

Seluruh rakyat telah dirantaikan pada pekerjaan berat (perangkap) dengan kemiskinan yang lebih kuat dari pada yang pernah terjadi pada zaman perbudakan dan feudal dulu. Betapa buruh proletar, yang berganda-ganda menundukkan kepalanya kepada pekerjaan yang berat, digencet oleh nasib hidupnya.
Jika tukang-tukang bicara ngoceh tentang hak-hak azasi, jika jurnalis menulis tentang hak azasi, itu adalah sesuatu kebohongan yang dicampur-baur dengan bahan-bahan yang baik.
Sayangnya, yang disebut “Hak-hak” tersebut telah terumuskan di dalam konstitusi Negara ini. Padahal hak-hak semacam itu (yang muncul secara fiktif) bukanlah hak-hak yang actual (nyata). Istilah “Hak” adalah suatu pikiran yang abstrak dan tak berbukti. Semuanya itu hanya ada dalam ide (cita-cita), suatu ide yang tak pernah dapat direalisir dalam kehidupan praktis.
“Hak-hak Republiken” bagi orang miskin tidak lebih dari suatu ironi kepahitan hidup, untuk nafkah hidup ia harus membanting tulang sepanjang hari, hak-hak asasi itu tak pernah memberikan hadiah kepada mereka dalam penggunan apa pun, tapi sebaliknya merampoknya dengan menjaminannya menjadi pekerja tetap dan pendapatan tertentu yang bergantung pada pemogokan oleh serikat buruh atau pemecatan oleh majikannya.
Itu membuat rakyat tak mempunyai keuntungan lain, karena yang diberikan konstitusi hanya remah-remah. Mereka terpaksa mengharap rasa kasihan yang dilemparkan kepada mereka dari meja penguasa sebagai balasan akan suara yang di berikannya kepada calon yang telah penguasa tetapkan, kepada orang favorit yang penguasa tempatkan dalam kekuasaan, yaitu budak-budak agen mereka.
Rakyat di bawah pimpinannya (penguasa) tanpa sadar telah menghancurkan aristokrasi kepunyaannya sendiri dan merupkan pertahanan dan pengasuh bagi keuntungan dan keselamatannya sendiri yang mengikat persatuan rakyat dalam kehidupan yang baik. Sekarang, sesudah kehancuran aristokrasi itu, rakyat telah jatuh ke dalam kekuasaan uang yang menyakitkan tanpa ampun yang telah membelenggu leher mereka dan menindas penuh kejam dan tanpa rasa kasihan. Mungkin dari hal ini satu dan lain cara mungkin rakyat dapat membebaskan diri, dapat disetujui, namun dari kebutuhan mereka tak akan pernah dapat membebaskan diri.
Kita akan muncul di atas panggung sandiwara pada adegan sebagai juru selamat yang dikemukakan sebagai alasan dari penindasan (penghisapan) ini dan kita menganjurkan kepadanya untuk memasuki barisan angkatan perjuangan yang kita punya dan pula kita mesti selalu memberikan support kepadanya.
Janganlah seperti mereka yang berkepentingan yaitu berkurangnya (terbunuhnya) rakyat. Kekuatan mereka terletak dalam kekurangan secara kronis akan makanan dan kelemahan fisik para karyawan, sebab dengan demikian ini berarti rakyat dapat dijadikan budak menurut kemauan mereka, dan rakyat tidak akan memperoleh di dalam otoritasnya sendiri kekuatan atau tenaga untuk melawan mereka.
Kelaparan itu menciptakan hak capital (modal) mereka untuk memerintah para karyawan lebih terjamin dari pada kapital itu diberikan kepada aristokrasi menurut otoritas para raja yang legal (resmi). Dengan mengeksploitir kebutuhan dan kedengkian dan kebencian yang mana hal itu menimbulkan mereka mampu mengerahkan rakyat dan dengan menggunakan tangannya, mereka akan menyapu bersih seluruh orang-orang/ kekuatan-kekuatan yang merintangi jalan mereka.
Kita justru berkepentingan sebaliknya, yaitu kita membuat undang-undang perburuhan yang diperlukan untuk perlindungan agar kaum buruh terpelihara cukup baik makanan, kesehatan dan kekuatannya. Karena jika kita seperti mereka, ibaratnya kita seperti memelihara seratus ekor domba. Memang mudah memerintah mereka, namun akan lebih baik jika kita mempunyai seratus ekor singa bukan? Lebih baik mana seratus ekor domba yang patuh namun tak berguna dengan seratus ekor singa? Itulah mengapa kita berkepentingan justru sebaliknya. Kerena kta bisa melihat kontradiksi dari hal itu. (Sebuah pelajaran; “Kita harus mampu berpikiran jauh kedepan bukannya berpikiran pendek dengan jalan yang sudah basi dengan keuntungan seadanya”).
Untuk menyempurnakannya, kita hentikan bantuan spekulasi terhadap barang-barang mewah/ kehidupan yang mewah dan permintaan yang tamak akan barang-barang mewah yang menelan apa saja yang telah mereka kembangkan di antara rakyat yang meruntuhkan industry rakyat.
Kita akan menaikkan upah kaum buruh/ karyawan tanpa menaikkan kenaikkan harga barang-barang kebutuhan pokok. Kita tahu dulu bahwa saat pemerintah menaikkan harga barang-barang kebutuhan pokok (misalnya; BBM, sembako, pupuk, dll) adalah dengan alasan bahwa kenaikkan-kenaikkan harga itu akibat menurunnya hasil produksi pertanian, peternakan. Padahal dengan sumber daya alam Negeri ini begitu besar dan lebih dari cukup untuk mencukupi seluruh masyarakat ini, tak mungkin ada penurunan hasil produksi pertanian dan peternakan. Apalagi Negeri ini masih berstatus Negeri Agraris yang mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian hidup sebagian besar masyarakat. Itu hanyalah alasan yang dibuat-buat saja dengan penuh kecerdikan dan kelicikan agar mereka dapat merongrong sumber-sumber produksi.
Mengapa? Karena dengan cara itu mereka dapat membiasakan para buruh bertindak anarkis dan menjadi pemabuk dan berdampingan dengan segera, sesudah itu mengambil semua ukuran-ukuran (measures) untuk membasmi seluruh kekuatan kaum terpelajar rakyat dari muka bumi.
Kedua, kita akan menghapus hak kepemilikan tanah yang tidak dapat digadaikan atau dialihkan kepada semua penyewa atau petani penyewa, membagi penanaman dang penghuni liar yang berhak menggarap bidang tanah, dan Negara akan mengganti kerugian pemilik sebelumnya dalam basis penyewaan untuk tanah ini.
Ketiga, kita akan memberikan para pekerja ataupun buruh untuk berbagi 30 % keuntungan dari semua industry besar, perdagangan dan perusahaan-perudahaan tambang, termasuk pabrik. Perusahaan agricultural akan kita bebaskan dengan pertimbangan bahwa hokum agraria yang lain akan segera kita berlakukan.
Hukum-hukum ini akan kita sahkan dengan segera. Sesegera pergolakan yang terakhir dan sebelumnya terhadap perincian dan study jangka panjang, hukum-hukum itu akan diikuti oleh serangkaiahn hukum lain dan tindakan fundamental, seperti ferormasi agrarian, reformasi pendidikan integral, nasionalisasi pengawasan tenaga listrik dan telephone, pembayaran kembali atas bunga illegal dan menindas yang dibebankan perusahaan-perusahaan dan pembayaran kepada kas pajak yang dihindari dimasa lalu.
Dan kita akan mengadopsi langkah-langkah yang cenderung mengembalikan tanah pada rakyat. Perintah kita lain yang pastinya adalah untuk mengunakan semua kekayaan pada saat penyelesaian masalah itu untuk menyediakan pekerjaan bagi mereka yang kekurangan dan untuk menjamin mata pncahariaan yang layak untuk setiap pekerja manual ataupun yang intelektual. Kita akan menghormati hukum-hukum tersebut, bukan hanya karena kewajiban moral terhadap Negara, tapi karena rakyat telah meraih sesuatu yang telah mereka impikan selama beberapa generasi, maka tak ada paksaan di dunia ini yang mampu mengambilnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar