Halaman

Sabtu, 23 Januari 2010

“Di dunia yang tak ada keadilan ini, tragedy selalu saja menyelubungi. Kami tak pernah bisa melupakanya. Sampai sekarang pun, itu masih sangat menyakitkan. Meski kami tak menginginkannya, bayangan itu tak jua kunjung padam. Tak ada pegangan dan membuat kami selalu lemah. Kami sudah mati, hanya saja orang belum tahu. Dan kami sendiri, entah sejak kapan.

Kami hilang dalam kegelapan, keheningan, dan kelengkapan. Kami bukan orang yang sekarat, kami hidup namun dalam kekacauan. Kami mati di setiap malam, dan sendirian dalam banyak arah. Kami tak bisa tidur, tapi kami juga tak benar-benar terjaga. Dan jika pagi tiba, kami terpaksa hidup kembali. Bukan dengan kata-kata, kami melihat semua yang tak kami suka. Dalam senang dan sedih, kami hanya bisa menangis dalam hati.

Kami adalah juara dari rasa sakit. Kami adalah musim gugur di musim panas. Kami yang terjebak dalam bayangan hidup, seperti kura-kura yang melawan kelinci kehidupan. Kami hidup dalam kepalsuan, namun terpaksa menyebutnya kenyataan. Kami pembunuh Impian, namun terpaksa sebut itu kepahlawanan. Dan kami sebenarnya orang baik, namun kami terpaksa jadi pengecut.

Kami sangat butuh karakter dan kepercayaan. Dua hal agar kami mengenali diri kami sendiri. Bagi kami hidup bukan untuk makan saja, bukan cuma punya rumah atau sekedar untuk jalan-jalan. Kami punya impian dan kami sudah merangcangnya, namun tekanan ini membuat kami tak bisa melakukan hal yang akan membentuknya. Setiap kali kami membangunnya, tak ada yang pengertian.

Kami hanya bisa berkhayal, berharap berubah seperti yang kami inginkan. Walau kenyataanya tak pernah bisa seperti yang kami mau. Tetap tak bisa lebih lama lagi kami bertahan dalam siklus yang tiada henti ini. Dengan beban yang tak selesai-selesai, Kami berjalan dengan ilusi ini.

Kami telah salah mengambil pilihan, dan satu lagi yang tersisa hilang. Bukan tentang cinta atau pun kasih sayang. Namun suatu kerinduan yang berharga, itulah masa lalu dari sebuah kebebasan. Terlanjur jauh sudah, dunia yang seperti penjara ini telah menghancurkannya. Dan lebih menyakitkan lagi, mereka, orang-orang itu, tak seperti yang kami rindu.

Kami terjebak dalam system yang dibuat oleh orang-orang disekitar kami.Membuat kami selalu melakukan sesuatu yang berlainan dengan kata hati. Kami jenuh dan (kejenuhan ini) telah sampai ditempat yang tertinggi. Kami jadi banyak bicara, karena kami merasa tak pernah bicara apapun. Kami menyerah dengan dunia yang seperti ini ini. Kami putus asa dari harapan yang dulu kami bangun.

Kami berusaha mencari sesuatu, sesuatu yang juga dicari oleh kebanyakan orang dalam hidupnya (sesuatu yang bisa membebaskan kami); sebuah ketenangan dan keselarasan hidup. Tapi kami tidak mengetahui dengan jelas cara mendapatkannya. Kami sering merasa bingung, merasa banyak menjumpai kekacauan dan kekalutan batin. Kami di serang oleh bermacam-macam perasaan yang tidak memuaskan atau yang kurang menyenangkan hati. Derita, keputus-asaan, dan tiadanya harapan, melahirkan kekecewaan kami. Bertubi-tubi, dan hingga akhirnya kami tak bisa peduli lagi. Bagi kami sama saja peduli ataupun tidak.”

“Itulah dulu kami. Di mana kami penuh dengan keputus-asaan, rasa sakit dan bosan. Saat kami belajar untuk membenci, kami saling menyakiti. Kami yang saling benci merasa saling bersalah. Seiring dengan rasa sakit itu, membuat kami menjadi ramah. Memaksa kami mampu berkembang. Kami tahu rasa itu, dan kami memikirkannya. Pada akhirnya (sekarang), rasa itu justru melahirkan kekuatan kami. Di mana penderitaan dan kekecewaan itu bersatu dalam cinta dan harapan kami, melahirkan kami kembali.

Ketika kami bosan menunggu, tergeraklah hati ini untuk melakukan impian kami dulu, apa pun akibatnya. Karena kami tak mau semua berakhir seperti ini. Sebab, kami punya impian baru yang telah lama kami tunggu. Kami akan menciptakan dunia beserta keadilan kami sendiri. Dan jika hal ini terus berlanjut, kami benar-benar ingin menjadi Dewa dunia ini. Dan kami yakin, kami itulah yang paling benar.

Kami akan menguasai dunia. Dan ketika kami berada dipuncak dunia, keadaan tak akan seperti ini lagi. Kami akan melakukan apapun yang kami mau, termasuk melindungi mereka (kaum yang ketakutan dan yang dimangsa). Tak peduli betapa banyak rasa sakit yang akan kami temui.

Dunia ini bukan dunia realitas dalam komik. Dimana keadilan tak akan selalu berpihak pada kebenaran. Keadilan hanya milikorang-orang yang punya kekuatan, meskipun mereka orang-orang jahat. Karena ini adalah dunia kenyataan dalam kenyataan dunia, dunia yang di penuhi dengan ketidak-adilan, kebencian yang ada di mana-mana, dari dulu dan belum ada akhirnya.

Kami ada disini dan berpikir bagaimana kami bisa mengubah hal itu. Kami yakin akan kedamaian itu dan kami muncul sebagai bangsa yang mencoba memimpin dunia pada kedamaian. Kami akan berkelana (keliling dunia) menyebarkan kepercayaan itu. Hingga suatu saat nanti dimana semua orang akan saling mengerti satu sama lain. Dimana tak akan ada lagi kedamaian hanya milik Negara-Negara besar (yang mengorbankan Negara-Negara kecil). Kami tak hanya akan duduk disini dan menunggu (sampai ada yang membawa kedaiaman itu). Kami akan menghancurkan kutukan itu. Jika di sana masih ada kedamaian, kamilah yang akan menemukannya.

Kami sepenuhnya akan mengubah dunia. Kamilah bangsa yang diramalkan itu. Kami adalah pemimpin dimana kami berada. Keyakinan kami yang lebih baik dari rencana apapun. MIMPI KAMI ADALAH MENJADI LEBIH DARI SEKEDAR RAJA. DAN ORANG LAIN AKAN TAHU KEMAMPUAN KAMI.”

Anda baru saja membaca curahan dari rumusan singkat perasaan saya, yang secara keseluruhan tak akan memakan waktu Anda. Dimana Anda hanya butuh sesingkat mungkin untuk membaca dan memahaminya.

Rumusan di atas cuma fiktif belaka, yang saya gunakan untuk memancing daya imajinasi Anda. Di dalamnya Anda akan menemukan di mana saya duduk dan mengartikan sendiri tehadap pertanyaan-pertanyaan yang selama ini mengganggu tidur saya—pertanyaan-pertanyaan yang selama ini ingin saya temukan jawabannya, namun sulit saya temukan.

Dan kini, hampir semuanya terjawab....walau mungkin tidak semuanya. Kini, saya mengundang Anda untuk masuk ke dalam dunia pikiran saya, dunia imajinasi, dan dunia kreativitas yang saya ciptakan. Bacalah dengan pandangan yang terbuka, dengan pikiran yang tidak kaku, dan hati yang kosong! Gunakan imajinasi Anda! Ciptakan layar lebar di depan Anda dan visualisasikan semuanya!

Bukalah sebuah gerbang baru pemikiran ini melalui dialog tanpa batas! Anda akan mengetahui tentang cara berpikir seseorang yang melihat dunianya. Isinya adalah rumusan dan curahan hati saya saja. Namun juga banyak fakta yang saya bubuhkan (bahkan mungkin lebih banyak). Anda bisa membacanya seperti membaca sebuah novel, dan layak untuk Anda pertimbangkan, dan tidak wajib untuk Anda yakini dengan mentah-mentah!

Saya ingin, Anda memahami dan membandingkan saja. Jika nanti tak masuk dalam pola pikir Anda, ambillah ini sebagai sesuatu yang tak berharga untuk tidak diikuti.

Di sepanjang halaman buku, Anda akan melihat bahwa pada tempat-tempat tertentu saya menggunakan awalan huruf “A” besar untuk kata “Anda”. Juga, Anda akan melihat banyak kata-kata “kami, saya, kita, aku, ku, dll”. Alasan saya adalah saya menginginkan Anda sebagai pembaca, merasakan dan mengetahui bahwa saya telah menciptakan buku ini untuk Anda. Benar-benar untuk Anda.

Ketika saya mengucapkan “Anda, kami, saya, aku, ku, dsb”, saya berbicara secara pribadi kepada Anda. Niat saya adalah agar Anda merasakan hubungan pribadi dengan halaman-halaman buku ini. Karena buku ini memang saya ciptakan untuk ANDA. Ketika Anda menjelajahi halaman-halamannya dan mempelajari dunia saya, Anda akan menyadari bagaimana Anda bisa mendapatkan atau mengetahui segala sesuatu yang Anda belum tahu. Anda akan menyadari siapa sesungguhnya diri Anda. Anda akan menyadari keagungan sejati yang sedang menanti Anda.

Tak lupa, saya akhiri dengan kata-kata, “Sesuatu yang dulu tak pernah dipandang artinya tengah menunggu untuk dibongkar…..dan tak lama lagi, di masa mendatang, hal itu akan terjadi.”


“Lebih baik menangkap dan menafsirkan ide-ide orang lain yang disesuaikan dengan kebutuhan daripada membasminya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar